Dewi, Nyoman Indah Kusuma and Astawa, I Putu and Siwantara, I Wayan and Mataram, I Gusti Agung Bagus (2019) Pengembangan Model Rantai Pasokan Desa Wisata Untuk Kesejahteraan Berkelanjutan Bagi Masyarakat di Provinsi Bali. (Tahun 3/3). Politeknik Negeri Bali. (Unpublished)
Text (Laporan Penelitian Kompetitif Nasional Kemenristekdikti skema Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi tahun 2019 tahun 3/3)
Laporan_Akhir_NyomanIndahKusumaDewi2019.docx - Other Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (698kB) |
Abstract
Dengan berpegang kepada konsep sustainable tourism dan konsep community-based tourism yang telah diterapkan dan diadopsi di dunia pariwisata maka akan menarik pula untuk mengetahui penerapannya pada desa wisata. Desa wisata adalah merupakan pengembangan dari suatu desa dalam bentuk intregasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam struktur kehidupan masyarakat (Artana & Irwanti, 2013; Sukariyanto, 2015). Jadi dalam sebuah desa wisata akan terdapat atraksi (daya tarik wisata), akomodasi (amenities) dan fasilitas pendukungnya. Atraksi atau daya tarik wisata dapat berupa segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan (Menteri Pariwisata Republik Indonesia, 2018). Amenitas Pariwisata adalah segala fasilitas penunjang yang memberikan kemudahan bagi wisatawan untuk memenuhi kebutuhan selama berwisata (Menteri Pariwisata Republik Indonesia, 2018). Sedangkan fasilitas penunjang adalah semua jenis sarana yang secara khusus ditujukan untuk mendukung penciptaan kemudahan, kenyamanan, keselamatan wisatawan dalam melakukan kunjungan ke Destinasi Pariwisata (Menteri Pariwisata Republik Indonesia, 2018). Provinsi Bali memiliki 53 buah desa wisata yang tersebar di seluruh kabupaten dan kota yang telah berjalan dengan baik. Alasan perlunya pengembangan desa wisata adalah: (1) merupakan salah satu cara yang relevan untuk menjaring wisatawan yang berorientasi pada budaya, kemanusiaan dan peduli terhadap masalah lingkungan; (2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dengan membuka peluang mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi; dan (3) pengembangan desa wisata dapat merangsang pembangunan desa. Ketiga hal ini sejalan dengan konsep sustainable tourism dan CBT. Pengembangan desa wisata memiliki tujuan utama untuk membangun masyarakat desa agar memiliki ketahanan budaya dan ekonomi (Arida & Pujani, 2017). Dengan dukungan ekonomi atau modal yang memadai, masyarakat desa akan dapat mempertahankan dan mengembangkan warisan budayanya. Sehingga dalam pengembangan desa wisata yang berkarakter ‘prorakyat’ tujuan dan targetnya adalah memberikan kesempatan atau mendorong masyarakat agar lebih aktif, kreatif, dan pro-aktif dalam mengembangkan dan mengelola daya tarik wisata di daerahnya. Penelitian tahun ketiga telah dilakukan dengan mewancarai wisatawan dengan menggunakan kuisioner atau daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya yang berasal dari hasil penelitian tahun ke 2 yaitu Model Tourism Supply Chain Management (TSCM) Desa Wisata di Provinsi Bali. Model yang dihasilkan pada tahun ke 2. Model yang telah diperoleh dari penelitian tahun kedua kemudian diperbaiki dengan masukan dari penelitian tahun ketiga. Model telah disempurnakan dengan mengacu kepada supply chain management secara umum. TSCM di dalam sebuah desa wisata terdapat aliran uang dari wisatawan ke first tier supplier dalam hal ini akomodasi (homestay), perusahaan transpor dari dan ke desa wisata, katering, makanan dan minuman, traspor lokal, pelayanan lokal, pertunjukkan sosial dan budaya, lingkungan, budaya dan warisan leluhur yang unik terdapat di desa wisata. Kemudian dari first tier supplier atau pemasuk tingkat satu yang memberikan layanan langsung ke wisatawan terdapat information flow yang berisi informasi kepada wisatawan. Sedangkan dari wisatawan ke first tier supplier ada aliran dana akibat jasa yang telah diberikan. Antara first tier supplier dan intermediaries atau perantara terdapat travel agent dan tour operator yang dapat digunakan oleh wisatawan untuk datang ke desa wisata. Sedangkan intermediaries juga tidak selalu digunakan oleh wisatawan mereka dapat langsung berhubungan dengan first tier supplier. Masyarakat desa dilibatkan dalam proses perencanaan (plan) dalam membuat (make) produk pariwisata yang dapat ditawarkan ke wisatawan dengan sumber-sumber daya (sources) yang memanfaatkan sepenuhnya potensi yang ada di desa wisata mulai dari makanan, minuman, kesenian, pelajaran memasak, kehidupan sehari-hari masyarakat hingga pemandu wisata lokal. Dalam proses penyampaian (deliver) semua produk pariwisata juga dilakukan oleh masyarakat lokal, mereka terlibat dalam pertunjukkan sebagai penari, pemain gamelan, yang mendemontrasikan budaya dan kehidupan masyarakat sehari-hari, pemandu wisata lokal. Kesemua aktivitas direncanakan, dilakukan dan dinikmati bersama kembali hasilnya (return) oleh masyarakat lokal. Hal tersebut terkait dengan konsep Community Based Tourism (CBT).
Item Type: | Other |
---|---|
Subjects: | Ilmu Ekonomi > Ilmu Manajemen > Pemasaran |
Divisions: | Jurusan Administrasi Bisnis > Prodi D4 Bisnis Digital > Publikasi |
Depositing User: | Nyoman Indah Kusuma Dewi |
Date Deposited: | 20 Jun 2023 03:46 |
Last Modified: | 20 Jun 2023 03:46 |
URI: | http://repository.pnb.ac.id/id/eprint/6598 |
Actions (login required)
View Item |